Jumat, 26 Juli 2013

KEMELUT POLITIK MYANMAR TAHUN 1988


KEMELUT POLITIK MYANMAR TAHUN 1988
 oleh: Ida Nur Azizah


BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar belakang masalah
Dari  sisi politik dan ekonomi, Myanmar sebenarnya tidak masuk layar radar. Nama Myanmar mencuat sebatas sebagai negara ketiga terbesar penghasil pengungsi di dunia, setelah Irak dan Afganistan.Negara mantan jajahan Inggris di tengah kawasan segitiga emas (China, Laos, Thailand) ini juga dikenal sebagai pemasok 90% opium Asia-Pasifik.
Panggung politik di Yangon memang sedang berada di titik kritis sejak awal tahun menyusul absennya pemimpin junta militer Jenderal Than Shwe pada acara makan malam Hari Kemerdekaan Myanmar 4 Januari 2007. Orang nomor satu di Myanmar itu sudah sakit-sakitan dan kerap terbang ke Singapura untuk berobat. Rumor politik pun berhembus kencang, termasuk soal adanya kudeta, kemelut politik yang pernah mengguncang negara itu pada 1988
Ratusan ribu orang turun ke jalan, baik di kota-kota maupun desa-desa, di seluruh Myanmar pada 8 Agustus 1988. Saat itu mereka menuntut demokrasi di negara yang diperintah oleh para diktator militer sejak 1962.Protes itu dikenal sebagai pemberontakan 8-8-88 karena berpuncak pada 8 Agustus.
”Saya telah kehilangan harapan sama sekali bahwa perubahan akan datang melalui protes massa,” kata Min Aung, pembangkang di Yangon yang berdemonstrasi pada tahun 1988 dan pada demonstrasi tahun lalu. ”Sulit untuk mengorganisasi demo sekarang karena sebagian besar pemimpin ada di penjara atau bersembunyi,” lanjutnya.
Di Yangon, kota terbesar negara itu, satu-satunya tanda menjelang ulang tahun peristiwa tersebut adalah ditingkatkannya pengamanan. Ratusan polisi antihuru-hara ditempatkan di persimpangan jalan yang ramai. Mereka bersenjatakan pentungan dan tabung gas air mata serta berpatroli dengan truk.
Rezim militer yang telah memerintah negara itu selama 46 tahun tidak memperlihatkan tanda-tanda akan runtuh walau ada kecaman dan sanksi ekonomi internasional.
Presiden AS George W Bush, dalam sebuah kunjungan ke negara tetangga Myanmar, Thailand, kemarin, mengimbau diakhirinya ”tirani” di Myanmar. Istrinya, Laura Bush, mengunjungi sebuah kamp pengungsi di Thailand untuk bertemu beberapa dari mereka yang telah melarikan diri dari Myanmar, yang dulu dikenal sebagai Burma.”Dua puluh tahun telah berlalu dan semua masih sama atau mungkin semakin buruk di Burma,” kata Laura Bush.
Demonstrasi 1988 itu memang menjatuhkan diktator Ne Win yang lama memerintah, tetapi sebuah kelompok baru jenderal menggantikan dia dan secara brutal menghancurkan demo-demo itu bulan September, menewaskan sekitar 3.000 orang.


B.Rumusan masalah
  1. Bagaimana Keadaan Politik di Asia Tenggara Pada Tahun 1988?


C. Manfaat
1. Mengetahui Keadaan Politik Asia Tenggara Pada Tahun 1988.


BAB II
PEMBAHASAN

A.Keadaan politik Myanmar
Meski terkenal akan pelanggaran HAM, Myanmar justru memiliki sejarah protes massa yang panjang. Ketika Indonesia bungkam dengan gerakan bawah tanah di era Soeharto, gelombang protes Myanmar justru menguat sejak dimulainya masa pemerintahan militer Jenderal Ne Win. Tahun 1988, gelombang protes massa Myanmar ini melibatkan pelajar, pejabat sipil, pekerja hingga para biksu Budha. Protes hadir saat Ne Win menggunakan tentara bersenjata demi kudeta militer.
Protes massa Myanmar memang tak segaduh Amerika yang liberal. Dimana-mana rezim militer masih memegang kendali sosial. Asia Times mencatat, gerakan protes umumnya mulai dalam jumlah kecil dan tersebar. Tiga pihak yang melakukan pemberontakan, yaitu: komunis, sejumlah etnis dan pedagang obat bius 1.
Demokrasi tidak bersemi lama di Myanmar, hanya 14 tahun, mulai selepas merdeka 4 Januari 1948 hingga 1962 saat Ne Win menggulingkan pemerintahan sipil PM U Nu dan kemudian membentuk junta militer. Sejak itu nama harum Mynmar yang ditorehkan Aung San dan U Thant-sempat menjabat Sekjen PBB–praktis sirna.
Ne Win bersama PM U Maung Maung Kha menjalankan politik tangan besi, otoriter. Junta militer adalah sumber kebenaran. Meski demikian, ekonomi negara tidak kunjung membaik, malah makin terpuruk. Roda ekonomi digerakkan oleh pasar gelap. Jenderal itu sama sekali tidak memberi celah bagi partisipasi politik warga sipil.Akibatnya, pada 1988 rakyat resah dan turun ke jalan.
Suparman. Sejarah Asia Tenggara.halm. 70
                     
 Tak kurang dari 1.000 demonstran tewas akibat bentrok dengan militer. Panggung politik gonjang-ganjing. Junta militer pecah kongsi.
Aksi demo yang meluas membuat Jenderal Saw Maung, salah satu kepercayaan Ne win, melakukan langkah politik sepihak. Dia melengserkan Ne Win sembari terus memperkuat kekuasannya dengan membentuk State Law and Order Restoration Council (SLORC) alias junta militer. SLORC adalah badan yang pembentukan dan sistemnya serupa dengan Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) rezim Soeharto yang dibentuk 10 Oktober 1965.
Demi alasan kestabilan politik, SLORC mengeluarkan rancangan hukuman mati bagi para demonstran. Lewat aturan yang disahkan legislatif pada 31 Mei 1989, Saw tampaknya ingin bereksperimen dengan demokrasi, yang kemudian terbukti hanya sebuah ‘kosmetika politik’.
Terbukti ketika partai pemerintah dilibas habis oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi yang merebut 392 kursi dari 489 kursi parlemen, pimpinan junta itu langsung berubah pikiran. Kemenangan NLD dianulir sehingga membawa implikasi politik yang tidak kecil kepada junta hingga hari ini.
Tanpa alasan yang jelas, Maung mengundurkan diri pada 23 April 1992. Penggantinya adalah Than Shwe, sama-sama dari kelompok militer.
Setahun memerintah, dia mengeluarkan aturan baru yang melonggarkan aturan-aturan terkait ekonomi, demokrasi, dan hubungan luar negeri.
Lewat jalur Kepala Intelijen Khin Nyunt, Shwe melakukan gencatan senjata dengan para pemberontak dari etnis lokal minoritas di pedalaman dan perbatasan, seperti Karen, Chin, dan Shan.Jenderal ini terkesan lebih liberal dibanding pendahulunya. Buktinya, Shwe menjadi pemimpin pertama Myanmar yang mengizinkan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan Amnesti Internasional masuk ke negara itu.Tapi urusan politik domestik sebenarnya sama saja. Siapa berani melawan junta, bersiaplah menderita. Denyut politik benar-benar di bawah todongan senjata.
Dengan alasan menjaga keamanan nasional, junta militer mengenakan tahanan rumah bagi Aung San Suu Kyi hingga hari ini. Bahkan demi menjaga ketertutupan Myanmar, pada 2004, Shwe mencopot PM Khin Nyunt karena mencoba melakukan demokratisasi.
Junta militer Myanmar berkilah, Nyunt sakit lalu mengundurkan diri dan digantikan Letnan Jenderal Soe Win yang tetap orang dekat Shwe.Era Letjen Soe Win juga tidak menunjukkan perbaikan. Myanmar seolah tidak tersentuh dengan dinamika dunia luar. Hari demi hari ekonomi makin terpuruk. Harga kebutuhan pokok, terutama BBM, kian tak terjangkau. Masyarakat gerah dan mulai bergerak.
Demo damai ribuan bhiksu dan masyarakat sipil-yang menuntut permintaan maaf pemerintah atas pembubaran unjuk rasa kenaikan harga, dan menuntut perubahan ke arah demokratisasi-akhirnya membawa korban. Aksi demo dibalas dengan gaya penumpasan ala militer yang brutal. Toh meski dikecam kiri-kanan, junta militer pimpinan Shwe tak ambil pusing. Razia dilakukan di kuil-kuil, puluhan bhiksu ditahan karena dianggap sebagai biang kerok ketidakstabilan politik.
Padahal ketiga tetangga Myanmar (China, India dan Thailand) sangat mengharapkan krisis tersebut berakhir damai. China, yang kini getol membangun ekonomi, khawatir kisruh jirannya itu akan berimbas ke daratan. Selain itu nama besar China dipertaruhkan di Olimpiade 2008. Status merah di perbatasan China-Myanmar bisa membuat para atlet, pengunjung dan investor ciut nyalinya.
Sementara bagi India dan Thailand, gejolak Myanmar bisa membuyarkan perjanjian pasok gas dari negara itu ke pusat-pusat industri mereka. Thailand pun khawatir dengan urusan pengungsi Myanmar.


B. Kemelut politik di Myanmar                                                                               Inilah inti perjuangan gerakan prodemokrasi dalam rangka mengubah postur politik dan sistem negara itu ke arah demokrasi sekaligus mengakhiri rezim junta militer Myanmar yang telah berkuasa sejak 1962. Sayang, embrio gerakan prodemokrasi yang ditebar dengan sabar oleh tokohnya Aung San Suu Kyi senantiasa kandas di bawah tindakan represif dan otoriter junta militer pimpinan Jenderal Than Shwe.                                                                                                Jenderal Than Shwe seorang otoriter yang tidak segan-segan bertindak kejam dalam menumpas gerakan perlawanan prodemokrasi. Than Shwe, seperti dikatakan Theodor Adorno, memiliki personal trait dan kepribadian otoriter.   Faktanya dapat dilihat ketika ia membatalkan dan tidak mengakui kemenangan Aung San Suu Kyi pada Pemilu 1990. Liga Nasional untuk Demokrasi (LND) yang dipimpinnya memenangi 392 dari 485 kursi di parlemen. Selain tidak mengakui, junta militer Myanmar bahkan mengenakan tahanan rumah untukSan Suu Kyi hingga saat ini.                                                                Aksi demonstrasi besar-besaran yang dimotori para biksu ini bisa kita katakan sebagai lonceng dan isyarat bahwa Myanmar dalam krisis politik. Para biksu di negara itu memiliki pengaruh dan peran sangat sentral sebagai penjaga moral bangsa dan negara. Dapat kita pastikan keterlibatan para biksu dalam aksi perlawanan menentang pemerintah junta militer kali ini, karena mereka sudah tidak tahan lagi melihat kesewenang-wenangan junta militer yang kejam dan kian menyengsarakan rakyat.






BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan                                                                                                           Sejak tanggal 18 Maret 1988 terjadi serangkaian demonstrasi besar yang berdarah.Munculnya pemerintahan totalisme di Myanmar memang bukan tanpa alasan. Ancaman utama negeri tersebut ialah pemberotakan yang berkepanjangan, sehingga mengancam keutuhan negeri itu. Pemberontakan- pemberontakan tersebut disebabkan oleh heterogenitas penduduk, kehidupan demokrasi, kemiskinan, separatisme, pemberontakan kaum komunis, perdagangan obat bius, dan lain- lain.

B. Saran                                                                                                                     Kepada masyarakat umumnya dan Myanmar khususnya agar selalu menciptakan suasana persatuan dan kesatuan, sehingga kehidupanpun tentram dan damai dalam satu wadah.Bagi para pembaca, kami berharap kritik dan saran yang membangun untuk penyusunan makalah ini. Dan untuk penyusun makalah berikutnya dapat menyempurnaan makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat.










DAFTAR PUSTAKA


Drs. J. Suparman. 1998. Sejarah Asia Tenggara. Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia UNS.
Abadi, Setiawan. 1998. Kapitalis Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hall, D.G.E. 1988. Sejarah Asia Tenggara. Surabaya: Usaha Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar