PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA
Oleh: Ida Nur Azizah
A. Proses Masuknya Islam di Asia Tenggara
Islam masuk ke Asia Tenggara
disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda
dengan daerah Islam di dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan
Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan
tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.
Mengenai kedatangan Islam di
negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh
interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab,
India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5
sebelum masehi, Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para
pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan
masyarakat sekitar pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para
pedagang muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar
pesisir.
Menurut Uka Tjandra Sasmita, proses
masuknya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada enam, yaitu:
1. Saluran perdagangan
Pada tahap awal, proses masuknya
Islam adalah melalui jalur perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada
abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagang-pedagang muslim (Arab, Persia dan
India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara
dan timur benua Asia. Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat
menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan
perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil
mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah
mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa
dan kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai
Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk
Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi
karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang muslim.
Perkembangan selanjutnya mereka
kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
2. Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang
Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi,
sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk
menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum menikah mereka diislamkan
terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin
luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.
Dalam perkembangan berikutnya, ada
pula wanita muslim yang dinikahi oleh keturunan bangsawan,tentu saja setelah
mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih
menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak
raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian
turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden
Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri
Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah
(Raja pertama Demak) dan lain-lain.
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para
sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai
kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang mengawini
puteri-puteri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan
kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang
sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan
diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung
persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di
Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih
dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-21 M ini.
4. Saluran prendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui
pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru
agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru
agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka
pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan
Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta
Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren ini banyak yang diundang
ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
5. Saluran kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian
yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga
adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah
meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari
cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam cerita itu disisipkan ajaran
nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat
Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan
seni ukir.
6. Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan,
kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu.
Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di
samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi
kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non
Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk
kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Untuk lebih memperjelas bagaimana
proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada tiga teori yang diharapkan
dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:
a. Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri
mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang
lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa
keluarga penguasa lokal yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan
pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir.
Kelompok pertama yang memeluk agama lslam adalah dari penguasa lokal yang
berusaha menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam
bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh di
wilayah pesisir tersebut menjadikan konversi ke agama lslam untuk melegitimasi
perlawanan mereka terhadap otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari
pemerintahan beberapa lmperium wilayah tengah Jawa.
b. Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan
Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga
sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para penguasa,
perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di wilayah pedalaman.
Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama mereka dalam bentuknya, yang sesuai
dengan keyakinan yang telah berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan
demikian dimungkinkan bahwa masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas
dengan kultur daerah setempat.
c. Lebih menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada
bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ideologis
bagi kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang,
dan bagi integrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang
lebih besar (Lapidus, 1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi
semuanya berlaku, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah
dengan yang lainnya. Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi
penyebaran lslam di Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi
pengembara, pengaruh para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya
merupakan faktor penyebaran lslam yang sangat penting.
B. Penyebaran Islam di Asia Tenggara dan Indonesia
Sejak abad pertama, kawasan laut
Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat
menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat.
Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari
Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula
dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti
Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah
(660-749).
Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1
dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan
pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan
Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah dating empat orang
Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton
(Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat
bermukim di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah
seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam di China.
Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut masjid Wa-Zhin-Zi
(masjid kenangan atas nabi).
Karena itu,
sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah perkembangan Islam di
negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat Nabi Muhammad SAW
sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin banyak orang Muslim berdatangan
ke negeri China baik sebagai pedagang maupun mubaligh yang secara khusus
melakukan penyebaran Islam. Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah
datang di daerah bagian Timur Asia, yaitu di negeri China, khususnya China
Selatan. Namun ini menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan Islam di daerah
Asia Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka sejak abad tersebut
sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi para pedagang dan mubaligh
Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga menempuh pelayaran melalui
Selat Malaka. Kedatangan Islam di Asia Tenggara dapat dihubungkan dengan
pemberitaan dari I-Cing, seorang musafir Budha, yang mengadakan perjalanan
dengan kapal yang di sebutnya kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671. Ia
kemudian berlayar menuju arah selatan ke Bhoga (di duga daerah Palembang di
Sumatera Selatan). Selain pemberitaan tersebut, dalam Hsin-Ting-Shu dari masa
Dinasti yang terdapat laporan yang menceritakan orang Ta-Shih mempunyai niat
untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Dari sumber
tersebut, ada dua sebutan yaitu Po-Sse dan Ta-Shih. Menurut beberapa ahli, yang
dimaksud dengan Po-Sse adalah Persia dan yang dimaksud dengan Ta-Shih adalah
Arab. Jadi jelaslah bahwa orang Persia dan Arab sudah hadir di Asia Tenggara
sejak abad-7 dengan membawa ajaran Islam.
Terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah tentang tempat orang Ta Shih. Ada
yang menyebut bahwa mereka berada di Pesisir Barat Sumatera atau di Palembang.
Namun adapula yang memperkirakannya di Kuala Barang di daerah Terengganu.
Terlepas dari beda pendapat ini, jelas bahwa tempat tersebut berada di bagian
Barat Asia Tenggara. Juga ada pemberitaan China (sekitar tahun 758) dari
Hikayat Dinasti Tang yang melaporkan peristiwa pemberontakan yang dilakukan
orang Ta-Shih dan Po-Se. Mereka mersak dan membakar kota Canton (Guangzhoo)
untuk membantu kaum petani melawan pemerintahan Kaisar Hitsung (878-899).
Setelah
melakukan perusakan dan pembakaran kota Canton itu, orang Ta-Shih dan Po-Se
menyingkir dengan kapal. Mereka ke Kedah dan Palembang untuk meminta
perlindungan dari kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan berita ini terlihat bahwa
orang Arab dan Persia yang sudah merupakan komunitas Muslim itu mampu melakukan
kegiatan politik dan perlawanan terhadap penguasa China. Ada beberapa pendapat
dari para ahli sejarah mengenai masuknya Islam ke Indonesia :
1. Menurut
Zainal Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M (684 M).
Pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah
mempunyai pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam masuk pertama kali ke
Indonesia di Sumatera Utara.
2. Menurut Dr. Hamka, Agama Islam masuk ke Indonesia pada
tahun 674 M. Berdasarkan catatan Tiongkok , saat itu datang seorang utusan raja
Arab Ta Cheh (kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling
(Kaling/Kalingga) untuk membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan
pemerintah Ratu Shima di Jawa.
3. Menurut Drs. Juneid Parinduri, Agama Islam masuk ke
Indonesia pada tahun 670 M karena di Barus Tapanuli, didapatkan sebuah makam
yang berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670 M.
4. Seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan
tanggal 17-20 Maret 1963, mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia
pada abad I H/abad 7 M langsung dari Arab. Daerah pertama yang didatangi ialah
pasisir Sumatera.
Sedangkan perkembangan Agama Islam
di Indonesia sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di bagi menjadi tiga
fase, antara lain :
a. Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan
Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama Cina.
b. Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah
kepulauan Indonesia. Sumbernya di samping berita-berita asing juga makam-makam
Islam.
c. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah, 1991:39).
C. Perkembangan Keagamaan dan Peradaban
Sebagaimana telah diuraikan di atas,
pada penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak terlepas dari kaum pedagang
Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun dimonopoli oleh mereka. Disamping itu
pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan
asyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan budaya masyarakat yang telah
di-Islamkan dikawasan ini, secara bertahap. Islam dan etos yang lahir darinya
muncul sebagai dasar kebudayaan.
Namun dari masyarakat yang telah
di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari kawasan Asia Tenggara
ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak
istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam melibatkan seluruh lapisan
masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca Al Qur’an dan memahami
asas-asas Islam secara rasional dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan dan
digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao. Bahasa-bahasa lokal
diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa Arab. Bahasa Melayu secara khusus
dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di Asia Tenggara dan menjadi media
pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya peran yang penting bagi pemersatu
seluruh wilayah itu.
Sejumlah karya bermutu di bidang
teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan. Banyak daerah di
wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat
pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru
wilayah ini.
Sistem pendidikan Islam kemudian
segera dirancang. Dalam banyak hal, Masjid atau Surau menjadi lembaga pusat
pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti pesantren di Jawa dan pondok di
Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat pendidikan di
Dunia Islam segera dibina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang mendahului
kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke Tanah Suci
diselenggarakan dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan intelektual
dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari itu arus imigrasi
masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.
Di bawah bimbingan para ulama Arab
dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan ulama-ulama pribumi yang segera
mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini. Semua perkembangan bisa dikatakan
karena lslam, kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang unik di
wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam, pandangan
hdup ini juga memungkinkan unsur-unsur lokal masuk dalam pemikiran para ulama
pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi Islam, atau paling tidak
aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam muncul sebagai kesatuan
yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka. Namun fragmentasi politik
yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga melahirkan perasaan akan
perbedaan identitas politik diantara penduduk yang telah di Islamkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar