UPACARA TUKSI BEDUG
Oleh: Ida Nur Azizah
1.
Upacara
Tuksi Bedug
Upacara
adat sebagai salah satu bentuk ungkapan budaya dan tradisi yang masih banyak
dilestarikan oleh masyarakat. Budaya dan tradisi merupakan suatu kebiasaan yang
dilakukan masyarakat sejak dulu.
Sejak
zaman prasejarah, upacara ini diyakini sebagai wujud kesetiaan masyarakat
terhadap kebesaran Tuhan Yangb Maha Esa. Upacara tuk si bedug ini bentuk
keteguhan masyarakat Margodadi terhadap warisan budaya leluhur yang didasari oleh
kepercayaan kepada hal- hal yang gaib. Seperti: roh nenek moyang ataupun
tempat- tempat tertentu yang diyakini membawa berkah bagi kehidupan manusia di
dunia.
Tujuan
dari upacara ini bagi masyarakat ialah agar mendapat kebaikan dan keselamatan
dunia akhirat serta menghindarkan diri dari malapetaka.
Upacara
Tuk Si Bedug dilaksanakan pada hari jum’at pahing bulan jumadil akhir/ bulan
juli di dusun mranggen. Pelaksanaanya menggunakan sesaji- sesaji yang di
sediakan untuk para arwah leluhur. Sesaji ini mempunyai makna simbolik bagi
masyarakat mranggen. Misalnya: kemenyat, bunga tujuh rupa, api, dan sebagainya.
Kaitan
antara tradisi ini dengan tradisi masyarakat prasejarah ialah kepercayaan
masyarakat terhadap arwah nenek moyang(Animisme) dan tempat- tempat tertentu
yang dianggap keramat(Dinamisme) oleh masyarakat sampai sekarang ini didusun
mranggen, sayegan, sleman, yogyakarta.
Menurut
kepercayaan yang diyakini masyarakat sang arwah nenek moyang akan senantiasa
memberi hasil panen yang mrelimpah terhadap penduduk sekitar. Selain itu,
tempat yang dikenal dengan tuk ini juga merupakan tempat keramat yang diyakini
masyarakat membawa berkah berupa air/ tuk yang senantiasa dibutuhkan bigi
kehidupan manusia.
Upacara
Tuk Si Bedug hingga sekarang masih dilakukan masyarakat pendukungnya, didusun
Mranggen, Margodadi, Sayegan, Sleman, Yogyakarta.
Upacara ini mempunyai makna sejarah bagi bangsa Indonesia dan masyarakat margodadi
khususnya.
Tradisi
pemujaan terhadap arwah nenek moyang merupakan cirri khas dari tradisi Mesolithikum,
neolithikum dan megalithikum. Tradisi ini berlangsung dan berkembang terus-
menerus sejak ribuan tahun yang lalu bahkan sampai sekarang.
Pemujaan
ini dilator belakangi oleh anggapan bahwa arwah nenek moyang yang telah
meninggal itu masih hidup di dunia arwah. Arwahnya juga diyakini bersemayam
ditempat yang diangngap suci.
2.
Pembuatan
Gerabah
Gerabah adalah
jenis benda yang khusus terbuat dari tanah liat yang dibakar dengan tingkat
suhu tertentu. Gerabah mulai dikenal sejak zaman neolithikum(masa bercocok
tanam) kisaran waktu 4.500 – 2.500 SM. Gerabah yang dikenal sejak zaman
prasejarah ini ternyata masih dapat kita jumpai sisa-sisanya. Paling tidak
teknik pembuatannya masih berlanjut hingga sekarang. Sebagai contoh: di
Pamosongan, Ciledug, Cirebon.
Masyarakat disini
giat membuat benda dari tanah liat. Meskipun pembuatan gerabah memang cukup
sederhana, mereka tidak mengenal alat Bantu tatap pukul dan roda putar.
Keterampilan kedua tangannyalah yang sangat diandalkan dan diutamakan dalam
mengolah adonan tanah liat hingga berwujud barang. Alat yang mereka gunakan
hanya talenan (landasan dari kayu), kerokan dari kulit bamboo, dan penghalus
dari batu.setelah diolah adonan kemudian dijemur dan dibakar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar