RESENSI
Oleh: Ida Nur Azizah
Judul :
Kondisi Kehidupan Partai, Kaum Revolusioner Indonesia dalam Mencari Identitas
(1928-1848)
Pengarang : Jacques Leclerc
Penerbit : Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial
(LP3ES)
Tahun
Terbit : Agustus 1979 tahun VIII
Jenis : Jurnal “Prisma” Nomor 08
Keunggulan :
Berbagai
keunggulan yang terdapat pada tulisan Jacques Leclerc, antara lain:
Jacques Leclerc, Penulis yang bukan asli
berkebangsaan Indonesia asli mampu mengulas tulisan secara luas mengenai
kehidupan partai Indonesia serta perjuangannya dalam memperoleh kemerdekaan.
Hal ini dapat dilihat dari tulisannya yang tidak hanya menguraikan PKI sebagai
partai tertua[1], tetapi
juga mengulas perjuangan tokoh-tokoh nasional dalam partai lain seperti PNI,
Budi Utomo, Sarekat Islam, Gerindo, dan sebagainya.
Selain itu, tulisannya bersifat Indonesiasentris,
artinya bentuk perlawanan dari rakyat Indonesia terhadap pemerintah kolonial
berupa pergerakan-pergerakan yang dipelopori oleh tokoh nasional yang berusaha
memperjuangkan kemerdekaan. Selain itu berisi spirit perjuangan tokoh nasional
yang dapat berfungsi sebagai sejarah beraspek sosiopolitik dalam membangkitkan
nasionalisme.
Sedangkan gaya penulisan yang digunakan berorientasi
pada sejarah modern. Terdapat gaya penulisan yang mengagumkan dari tulisan
sejarah Jacques Leclerc, yaitu pada kalimat “Tapi
mungkinkah hal itu terwujud?”. Ini merupakan perbandingan fakta yang ada
dengan apa yang akan terjadi yang merupakan tujuan bersama pejuang Indonesia
mencari identitas bangsa yang sesungguhnya.
Kausalitas antar paragraf dan kalimat (Hubungan/
keterkaitan antar paragraf dan kalimat) dalam tulisan ini sudah sangat jelas
dan runtut seperti pada lembar terakhir paragraf 4 menuju 5 “Dua bulan setelah kongres
PKI.......menunjuk Aidit.....”dilanjutkan “ sebagai pejabat propaganda, Aidit.......”
Kelemahan :
Kelemahan dalam
penulisan jurnal kebanyakan terletak pada isi jurnal dan penulis, namun ada
beberapa yang terletak pada penulisan, gaya bahasa, kausalitas antar paragraf
dan kalimat. Kelemahan dari tulisan Jacques Leclerc ialah:
Dari Penulisnya
kurang ditunjang metode kritis. Artinya dalam tulisan Jacques Leclerc ini
terdapat kebanyakan bersifat secara teknis. Seperti terdapat pada alenia “...sejak Kongres VI Internationale,
Juli-Agustus 1928, yang dalam resolusi dari kongres 1935 tidak banyak disebut
selain dari menyebut perluasan Front rakyat anti-imperialis...”. Pada
alenia ini penulis menyebutkan secara teknis tanpa menyebutkan bukti sebagai
pemikiran kritis.
Dalam aspek Isi
tulisan yang menjadi kelemahan ialah tulisan berjudul Kondisi Kehidupan Partai,
Kaum Revolusioner Indonesia dalam Mencari Identitas (1928-1848) terlalu bersifat
informatif. Kebanyakan terdapat ulasan-ulasan yang berusaha keras
menginformasikan kepada pembaca tanpa diimbangi dengan pendapat penulis. Selain
itu, isi terlalu fokus kepada satu aspek, sehingga aspek diluar yang
bersebarangan pendapat kurang mendapat sorotan dan cenderung berat sebelah[2].
Kelemahan lain yaitu kurang adanya kejelasan keruntutan pendirian-pendirian
partai dalam arti partai pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya karena
pengulasan terfokus pada pahlawan nasional. Dalam isi juga tidak terdapat
opini-opini dari luar maupun kekurangan opini dari penulis sendiri sehingga
pembaca kurang berpikir secara luas dan cenderung mengikuti apa yang ada tanpa
membedakan aspek positif dan negatif dari tulisan itu sendiri.
Dalam aspek
penulisan terdapat beberapa kekurang-telitian penulis seperti awalan “Adalah” yang harusnya merupakan
penjelasan dari sesuatu tetapi digunakan sebagai kata awal. Kemudian terdapat
juga kalimat “Dalam pada itu” pada kalimat awal. Selain itu juga terdapat
penulisan kata pada halaman 51 alenia terakhir yaitu kata “plin-plan”. Seharusnya diketik dengan Italic (dicetak miring) karena kata “plin-plan” merupakan kata serapan yang tidak sesuai EYD dan
termasuk dalam bahasa jawa.
Pada aspek
bahasa ialah Bahasa yang digunakan terkadang bahasa yang kurang/ tidak baku
seperti pada kata “cocok” yang seharusnya lebih formal dengan menggunakan kata
“sesuai”.
Isi
singkat (Sinopsis):
PKI merupakan partai
komunis yang mampu mewujudkan Vietnam sebagai negara bersatu melalui gerakan
pembebasan nasionalisme di Indocina. Gerakan pembebasan ini terjadi ketika masa
Perang Dunia II yaitu ketika terjadi perbenturan paham demokratis dan Fasis.
Namun pada 11 November 1945, diganti nama menjadi Partai Buruh Vietnam. Berbeda
di Indonesia, PKI belum mampu memenangkan gerakan pembebasan karena penindasan
Belanda dan kepercayaan rakyat Indonesia kepada Jepang untuk memperoleh
kekuasaan. Selain itu, terdapat juga perbedaan pendapat di antara anggota yang
berlainan mengenai gerakan PKI yang kurang tepat.
Gerakan ini
berkali-kali mengalami kegagalan, namun usaha-usaha yang dilakukan mampu menghasilkan kemajuan
secara bertahap. Dalam kemajuannya,, gerakan ini berhasil membentuk pimpinan
partai berjumlah 21 anggota yang bertugas menggerakkan PKI. Pimpinan baru PKI
September 1948 dapat dilihat pada lampiran. Kebanyakan dari anggota penggerak
ini ialah tokoh nasionalis yang telah mengalami nasib pembuangan, penjara,
maupun pengasingan. Namun di dalam pengasingan mereka mendapatkan pengalaman
politik yang dapat diterapkan untuk bangsa Indonesia tercinta. Begitupun Muso
yang merupakan pemrakarsa reorganisasi partai ditahan selama 3 bulan Agustus
1925, lalu dinyatakan harus ditangkap Januari 1926, namun berhasil melarikan
diri ke Singapura.
Tahap awal
kegiatan partai ialah akhir 1926 dan berakhir dengan kegagalan. Pemberuntakan
ini berlangsung untuk daerah Jawa dan Sumatra. Gerakan kedua berlangsung tahun
1948 yang muncul di arean politik tahun 30-an, yakni gerakan orang-orang bawah
tanah. Mereka yang merupakan generasi anti-fasis mengubah strategi untuk
tercapainya tujuan. Saat itu, Muso adalah anggota Komite Eksekutif Serikat
Buruh Merah Internasional. Ia ditugaskan mengorganisir orang-orang Indonesia
untuk melancarkan kegiatan komunis
sesuai garis yang ditetapkan konggres. Muso yang berada di Surabaya berhasil
memperolah kekuatan dari Partindo.
Kemudian lahir
pula Gerindo dibawah pimpinan Amir tahun 1937, PNI Baru yang merupakan
perkumpulan para propagandis yang berdisiplin yang bergerak di tingkat pusat kekuasaan
berhasil didirikan Hatta. PNI baru berhasil berubah nama menjadi Daulat Rakyat. Hal ini merupakan
strategi kerajaan Belanda, termasuk Indonesia berada dalam cengkraman kekuatan
kolonis yang lebih besar (kebangkitan Nazi dan Perang saudara di Spanyol).
Tetapi ketika Belanda di duduki Jerman dan pemerintahannya lari ke London,
kader-kader Gerindo mulai dicurigai berhubungan dengan tokoh-tokoh PKI yang
terorganisir secara bawah tanah segera ditangkapi.
Karena
terputusnya pengorganisasian akibat penangkapan tokoh-tokoh nasionalis baik
dipenjara maupun diasingkan sehingga kegiatan strategi maupun inisiatif
terhambat. Padahal pada hakikatnya, proklamasi kemerdekaan Soekarno-Hatta
bersandar pada gerakan pemuda yang merebut kekuasaan dari tangan Jepang serta
pembesar daerah. Terlihat jelas bahwa peranan pemuda melalui gerakan-gerakan
partai sangat berpengaruh pada kemerdekaan Indonesia sampai dengan pembentukan
KNIP.
Dalam
perkembangan terakhir, ke-21 tokoh nasionalis Indonesia berhasil bersatu pada 1
September 1948. Segala kelemahan dan kekuatan para tokoh berhasil dasatukan
dalam sebuah persamaan untuk memperjuangkan Indonesia yang seutuhnya.
Kesimpulan :
Keadaaan partai
tahun 1928-1948 dalam mencari identitas bangsa Indonesia mengalami banyak hambatan
baik dari dalam maupun dari luar. Para tokoh nasional Indonesia berjuang untuk
Indonesia dalam berbagai partai dan golongan, seperti PKI, PNI, Gerindo, KNIP,
dan lain sebagainya. Dalam prosesnya mereka bercerai berai menjadi beberapa
pandangan namun tetap bertujuan yaitu mewujudkan Indonesia merdeka. Meskipun
dalam beberapa realita terlihat beberapa partai mengutamakan kepentingan mereka
sendiri.
Gerakan para
tokoh nasionalis ini sangat berpengaruh pada kemerdekaan Indonesia baik secara
langsung maupun tidak langsung. Karena tanpa pergerakan kaum Indonesia maka
kemerdekaan sulit untuk di capai. Salah satu cara yang dilakukan ialah dengan
pembentukan pimpinan partai yang meskipun awalnya berbeda pandangan dapat
mempersatukan Indonesia bangsa Indonesia dalam perbedaan, kelemahan, dan
kekuatan.
[1] Lihat dalam Jurnal “Prisma”
Nomor 08. Kondisi Kehidupan Partai, Kaum Revolusioner Indonesia dalam Mencari
Identitas (1928-1848)
[2] Salah satu kelemahan yang
diungkapkan oleh Waliu al-Din ‘Abdu
al-Rahman ibn Muhammad ibn al-Hasan ibn al-Jabir ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn
‘Abd al-Rahamn ibn Khaldukh atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnu
Khaldun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar